Langsung ke konten utama

Haji Wada' dan Wafatnya Rasulullah SAW.


MAKALAH SIRAH NABAWIYAH
HAJI  WADA’ DAN WAFATNYA RASULULLAH SAW
Makalah ini disusun demi memenuhi tugas mata kuliah Sirah Nabawiyah
Dosen pengampu :
Lukman Hakim, MA





Disusun oleh :
Muhammad Yusa Mushthafa
Rizky Abdul Qodri Adrian
Nur Ikhsan Kholil


PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR (IAT)
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL-QURAN JAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020



KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Segala puji mari kita sama-sama panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa. Karena atas karunianya kita dapat menjalankan aktifitas seperti biasanya dalam keadaan sehat wal afiat.
Shalawat beserta salam semoga tetap tercurahlimpahkan kepda baginda alam nabi besar Muhammad SAW. Juga kepada keluarganya, para sahabatnya, para tabiin, tabiit tabiinnya, dan mudah-mudahan sampai juga kepada kita selaku ummatnya hingga hari kiamat. Amin.
Beribu-ribu syukur kami ucapkan kepada Allah Yang Maha Esa atas penyelesaian makalah pada Mata Kuliah Sirah Nabawiyah ini. Sehingga materi yang hendak disampaikan pada jam perkuliahan menjadi efektif. Begitu juga kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini, semoga semua pembahasan yang tertera dalam makalah ini dapat dipahami dengan baik dan bermanfaat bagi kehidupan kita.
Kami menyadari berbagai kekurangan dalam penulisan makalah ini, entah dalam struktur penulisan, kesesuaian isi, bobot materi, sampai kerapian kalimat yang kami gunakan. Hal ini tiada lain dikarenakan kurangnya pengalaman dan minimnya keilmuan yang dimiliki. Maka dari itu, kritik dan saran sangat kami nantikan dari para pembaca sekalian demi perbaikan penulisan makalah kami ke depannya.
Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, Desember 2019


                                                                                                                                       Penyusun



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................ 1
A.    Latar Belakang............................................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah....................................................................................................... 1
C.     Tujuan Penulisan......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................. 2
A.    Haji Wada’ ................................................................................................................. 2
B.     Wafatnya Rasulullah SAW ........................................................................................ 6
BAB III PENUTUP.................................................................................................................... 10
A.    Kesimpulan dan Saran............................................................................................... 10
Daftar Pustaka........................................................................................................................... 11




BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Tuntas sudah tugas dakwah. Usai sudah penyampaian risalah dan pembangunan masyarakat baru atas dasar pengesaan Allah (tauhid) dan meniadakan selain Dia, serta atas dasar risalah Nabi Muhammad SAW. Seolah-olah ada firasat halus dalam kalbu Rasulullah bahwa keberadaan beliau di dunia ini akan segra berakhir.
            Allah menghendaki Rasulullah bisa menyaksikan buah dakwah yang beliau perjuangkan melawan beragam kesulitan selama lebih dari dua puluh tahun. Maka beliau menyeru kepada umatnya bahwa beliau akan melaksanakan haji wada’ sekaligus menyampikan khutbah terakhirnya dan meminta persaksian mereka bahwa beliau sudah menyampaikan risalah, menunaikan amanat dan menasihati umat.
            Wafatnya Rasulullah SAW tentu tidak meninggalkan situasi yang baik-baik saja di tengah kalangan sahabat dan umat yang lainnya. Sulitnya menerima kenyataan ini menjadi tanda bukti bahwa Rasulullah benar-benar melekat jiwanya di dalam dada para sahabat. Dan keadaan haru ini tak hanya dirasakan oleh penduduk bumi, melainkan alam semesta juga turut berduka atas tiadanya penerang umat yang tak ada bandingannya itu.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana situasi haji wada’ pada masa Rasulullah?
2.      Bagaimana hiruk pikuk menjelang wafatnya Rasulullah?

C.    TUJUAN PENULISAN
1.      Menjelaskan situasi haji wada’ pada masa Rasulullah.
2.      Menjelaskan hiruk pikuk menjelang wafatnya Rasulullah.





BAB II
PEMBAHASAN
A.    HAJI WADA’
Haji wada’ adalah haji yang dilaksanakan oleh Rasulullah Saw. pada tahun 10 H. Dinamakan demikian karena ketika itu Nabi Muhammad Saw. berpamitan dengan umatnya dengan pernyataan perpisahan beliau. Haji ini disamping dikenal dengan nama haji wada’, dinamai juga dengan beberapa nama lainnya;
1)      Hajjat al-Islâm karena inilah haji nabi yang pertama dan terakhir sesuai dengan tuntutan Islam. Haji inilah yang menjadi rujukan kaum Muslimin dalam pelaksanaan ibadah haji.
2)      Hajjat al-Balâgh/ Haji Penyampaian. Dinamakan demikian karena salah satu yang beliau tanyakan kepada jamaah dalam khutbahnya ketika berhaji ini adalahهل بلغت . Apakah aku telah menyampaikan? Yakni ajaran Islam. Dan secara khusus Nabi Muhammad Saw. menyampaikan rincian ibadah haji secara lisan maupun praktik
3)      Hajjat at-Tamâm/ Haji Kesempurnaan. Ini dikarenakan pada hari Arafah saat nabi wukuf, turun penegasan Allah tentang kesempurnaan agama dan kecukupan nikmat-Nya dalam surah Al-Maidah ayat 3.[1]
Ada sementara kalangan yang menyebutkan bahwa Allah mewajibkan haji pada tahun ke 10, ke 9, ke 6 Hijriyah dan ada juga menyatakan bahwa  haji telah diwajibkan sebelum Rasulullah berhijrah. Pernyataan-pernyataan ini jelas aneh. Ibnu Qoyyim menyatakan, berdasarkan bukti bukti yang kuat dan dapat dipercaya, haji diwajibkan pada tahun ke 10 Hijriyah. Inilah yang sesuai dengan ajaran Rasulullah agar manusia tidak menunda-nunda suatu kewajiban terkait dengan kewajiban haji ini, Allah berfirman, “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalan ke Baitullah,” Padahal ayat ini turun pada tahun perutusan atau akhir tahun ke 9 hijriyah.
Di dalam catatan sejarah disebutkan bahwa Rasulullah tidak pernah melakukan haji dari Madinah, kecuali yang beliau lakukan pada tahun ke 10 hijriyah, dan sejarah juga mencatat bahwa selama di Madinah, Rasulullah hanya sekali menjalankan ibadah haji, yaitu pada tahun ke 10 Hijriyah. Haji inilah yang disebut haji balagh, haji Islam, dan haji wada’.[2]
a.      Perjalanan singkat Haji Wada’
Nabi mengumumkan niatnya kepada masyarakat untuk melaksanakan Haji Wada' yang mabrur. Mendengar pengumuman itu, orang-orang berdatangan ke Madinah. Mereka semua ingin ikut bersama Rasulullah. Pada hari Sabtu, lima hari sebelum berakhirnya bulan Dzulqa'dah, Nabi berkemas siap untuk berangkat. Beliau menyisir rambut, memakai jubah, dan memakai minyak wangi. Beliau membawa unta dan berangkat selepas zuhur.
Rombongan sampai di Dzul Hulaifah sebelum shalat Ashr, lalu beliau mendirikan shalat Ashr dua rakaat. Mereka bermalam di tempat itu. Setelah fajar menyingsing, beliau bersabda kepada para sahabatnya, "Malam ini aku didatangi oleh utusan Tuhanku. Ia berkata, 'Shalatlah di lembah yang diberkahi ini dan katakan, 'Umrah beserta haji'.
Perjalanan Rasulullah sampai di dekat Mekah. Beliau bermalam di Dzu Thuwa, lalu memasuki Mekah setelah shalat subuh dan mandi pada hari Ahad, 4 Dzulhijah 10 H. Perjalanan ini ditempuh selama delapan hari, berarti kecepatannya sedang. Setelah memasuki Masjidil Haram, beliau thawaf di Baitullah dan melakukan sa'i antara Shafa dan Marwa. Beliau tidak bertahallul karena yang dilakukan adalah haji qiran. Dalam rombongan itu digiring pula hewan-hewan kurban. Selanjutnya beliau beristirahat di Hajun dan tidak lagi melakukan thawaf, kecuali thawaf untuk haji.
Pada tanggal 8 Dzulhijah, yaitu hari Tarwiyah, Nabi menuju ke Mina. Di Mina, beliau melaksanakan shalat lima waktu, dimulai dari zuhur sampai subuh. Beliau lalu diam sebentar menunggu terbitnya matahari. Setelah itu, perjalanan diteruskan hingga tiba di Arafah. Kubah untuk beliau telah terpasang di Namirah. Maka beliau beristirahat hingga matahari tergelincir. Beliau memerintahkan agar Qashwa' dipersiapkan untuk berangkat ke tengah padang Arafah. Di sekeliling Nabi saat itu telah berkumpul 124.000  atau 144.000 orang. Beliau berdiri di hadapan mereka untuk berkhutbah.[3]
b.      Khutbah Rasulullah
Ketika itu telah dibuat sebuah kemah untuk Nabi di desa Namirah, di sebelah timur gunung Arafah, atas permintaan beliau sendiri. Di tempat itulah beliau berseru kepada orang-orang di atas untanya. Dan dalam khutbah tersebut nabi berpesan kepada umatnya yang inti dari khutbah tersebut di antaranya;
·          Wahai umat manusia, sesungguhnya darah kalian dan harta benda kalian adalah suci untuk kalian seperti hari ini dan bulan ini suci sampai datang kalian mengharap tuhan kalian.
·         Barang siapa telah diserahi amanat, tunaikanlah amanat itu kepada yang berhak menerimanya.
·         Wahai umat manusia, perhatikan perkataanku ini, karena aku menyampaikan hal ini sesungguhnya aku telah meninggalkan dua di tangan kalian. Jika kalian berpegang teguh dengannya, kalian tidak akan tersesat selama lamanya, yaitu kitabullah dan sunnah rasul-Nya.
·         Wahai umat manusia dengarkan perkataanku ini dan camkanlah! Ketahuilah bahwa setiap muslim adalah saudara bagi muslim yang lain dan semua kaum muslimin bersaudara. Maka seseorang tidak dibenarkan (menggambil sesuatu) dari saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kalian menganiyaya diri sendiri.[4]
·         Riba jahiliyah tidak berlaku. Riba pertama yang kuhapuskan dari riba kita adalah riba Abbas bin Abdul Muththalib. Semua itu tidak berlaku.
·         Takutlah kalian kepada Allah dalam soal perempuan. Sesungguhnya, kalian telah mengambil mereka sebagai amanah dari Allah dan menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Hak kalian atas mereka adalah agar mereka tidak mengizinkan siapa pun yang tidak kalian sukai menginjakkan kakinya ke lantai kalian. Apabila mereka melakukan itu maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak mencederai. Dan hak mereka atas kalian adalah kalian memberi nafkah dan pakaiarn kepada mereka dengan baik.
·         Saudara-saudara sekalian, sesungguhnya tiada nabi sepeninggalku, dan tiada umat lagi sesudah kalian. Ketahuilah, sembahlah Tuhan kalian, dirikanlah shalat lima waktu, berpuasalah pada bulan yang telah diwajibkan atas kalian, dan bayarlah zakat kalian sebagai pembersih diri kalian, berhajilah di Baitullah, dan taatilah pemimpin-pemimpin kalian, niscaya kalian akan masuk ke dalam surga Tuhan kalian.[5]
“Kalian bertanya tentang aku, apa yang akan kalian katakan?”, mereka menjawab : “Kami bersaksi bahwa engkau telah menunaikan (amanah) dan memberi nasihat.”
Lalu Rasulullah berkata seraya mengangkat telunjuknya ke langit kemudian mengarahkannya ke arah manusia seraya berkata : "Ya Allah, saksikanlah", (beliau ucapkan sebanyak tiga kali).
Saat itu yang berteriak menyampaikan khutbah Rasulullah adalah Rabi'ah bin Umayyah bin Khalaf. Setelah selesai khutbah, turunlah firman Allah Ta'ala :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatk-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. al-Maidah : 3)
Umar bin Khattab yang mendengar ayat tersebut menangis. Ketika ditanya mengapa dia menangis, beliau menjawab:
“Sesungguhnya sesuatu yang telah sempurna, berikutnya akan berkurang."
Setelah itu Rasulullah menuju Mekkah.  Pada tanggal 10 Dzul Hijah (Hari Nahr), waktu kompilasi dhuha sudah tiba, beliau berkhutbah lagi.  Di antara isinya adalah yang diumumkan dia mengucapkan pada khutbah Wada 'di Arafah.
Kemudian pada hari Tasyrik, dia menetap di Mina, menunaikan manasik haji dan mengajarkan ajaran agama, berzikir kepada Allah, menegakkan ajaran-ajaran Allah dan menggunakan kembali-digunakan kesyirikan dan simbol-simbolnya. Beliaupun juga berkhutbah pada sebagian hari Tasyrik.
Pada hari Nafar Tsani (tanggal 13 Dzul Hijjah), Rasulullah keluar dari Mina beberapa hari.  Kemudian beliau menuju Mekah untuk thawaf Wada' dan beliau juga memerintahkan para sahabatnya untuk thawaf Wada'.
 Setelah selesai melakukan semua manasiknya, beliau menyerukan rombongan untuk kembali ke Madinah.[6]

B.     WAFATNYA RASULULLAH SAW
Pada bulan Ramadhan tahun 10 H, Rasulullah beri’tikaf di masjid selama dua puluh hari padahal sebelumnya beliau beri’tikaf sepuluh hari saja. Selain itu, Jibril memeriksa bacaan Alquran Nabi sampai dua kali. Sewaktu Haji Wada’ juga beliau bersabda, “Aku tidak tahu pasti, boleh jadi aku tidak lagi bertemu kalian setelah tahun ini.” Hal tersebut sungguh menjadi firasat tidak baik tentang Nabi di benak para sahabat. Karena ungkapan-ungkapan perpisahan dari kehidupan yang penuh perjuangan ini telah terlihat pada perkataan dan perbuatan Rasulullah Saw.
Kemudian di Madinah, beliau berziarah ke makam baqi’, mendoakan keluarganya. Juga menziarahi dan mendoakan syuhada Perang Uhud. Beliau juga berkhotbah di hadapan para sahabatnya, berucap pesan seorang yang hendak wafat kepada yang hidup.
Menjelang wafatnya, Rasululullah melewati beberapa tahapan di setiap harinya. Dan semuanya dimulai ketika Rasul selesai mengikuti ritual pemakaman jenazah di Baqi’ pada tahun 11 H di bulan Safar. Beliau terserang sakit kepala dan demam tinggi. Para sahabat bahkan bisa merasakan panasnya dari kain penutup kepala beliau.
Di pekan terakhirnya, beliau masih menanyakan kewajibannya sebagai seorang suami kepada istri-istri beliau. Karena sakitnya kian parah, maka istri-istri beliau memberi kebebasan kepadanya untuk bertempat di mana saja yang beliau kehendaki. Akhirnya beliau pindah ke rumah Aisyah. Kemudian berjalan ke rumah Aisyah dipapah oleh Fadhl bin Abbas bin Ali bin Abi Thalib dengan kepala diikat kain. Beliau terus berada di sana sampai akhir hayatnya.
Pada hari Rabu, lima hari sebelum wafat, suhu badan Rasul makin tinggi hingga beliau merasa payah, bahkan sampai jatuh pingsan. Rasulullah masuk ke dalam masjid dan duduk di atas mimbar setelah sebelumnya meminta para sahabat agar mengguyurkan air ke atas kepalanya yang berasal dari  berbagai sumur yang ada. Pada saat itulah peristiwa qishash di hadapan para sahabat dilakukan.
Lalu keesokan harinya, pada hari Kamis Rasul merasakan sakit yang semakin parah sehingga merasa harus segera menyampaikan wasiat kepada umatnya. Di antara wasiat itu adalah : Pertama, beliau mewasiatkan agar orang-orang musyrik dikeluarkan dari Jazirah Arab. Kedua, berpesan untuk berpegang teguh dengan Alquran. Ketiga, pasukan Usamah bin Zaid hendaknya tetap diberangkatkan memerangi Romawi. Keempat, berwasiat agar berbuat baik kepada orang-orang Anshar. Kelima, berwasiat agar menjaga shalat dan berbuat baik kepada para budak.[7]
            Saat sakit parah sekalipun, beliau masih memaksakan diri untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid sampai berulang kali pingsan dan akhirnya tak mampu berangkat. Namun beliau tetap menanyakan apakah umatnya sudah shalat. Abu Bakar akhirnya mengambil alih shalat Isya dengan menjadi imam pengganti Nabi.
            Lalu pada hari Ahad, Rasulullah sempat memerdekakan budak dan bersedekah serta menghibahlkan senjata-senjata beliau kepada kaum Muslimin.
            Esoknya yaitu pada Senin, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya turun ke bumi menemui Rasulullah SAW dengan berpakaian sebaik-baiknya. Allah menyuruh Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah SAW dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka dia dibolehkan masuk. Tetapi jika Rasulullah tidak mengizinkannya, dia tidak boleh masuk dan hendaklah dia kembali saja.
Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah Swt. Dia menyamar sebagai seorang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman Rasulullah, Malaikat Maut pun berkata: “Assalamualaikum wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!” Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya itu: “Wahai Abdullah (hamba Allah), Rasulullah sekarang dalam keadaan sakit.” Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: “Assalamualaikum, bolehkah saya masuk?”
Akhirnya Rasulullah SAW mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu Rasulullah bertanya kepada puterinya Fatimah: “Siapakah yang ada di muka pintu itu?” Fatimah menjawab: “Seorang lelaki memanggil Rasulullah. Saya katakan kepadanya bahawa Rasulullah dalam keadaan sakit. Kemudian dia memanggil sekali lagi dengan suara yang menggetarkan sukma.”
Rasulullah bersabda: “Tahukah kamu siapakah dia?” Fatimah menjawab: “Tidak wahai Rasulullah.” Lalu Rasulullah menjelaskan: “Wahai Fatimah, dia adalah pengusir kelezatan, pemutus keinginan, pemisah jamaah dan yang meramaikan kubur. Kemudian Rasulullah bersabda: “Masuklah, wahai Malaikat Maut.”
Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan: “Assalamualaika ya Rasulullah.” Rasulullah saw pun menjawab: “Waalaikassalam ya Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?” Malaikat Maut menjawab: “Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika tuan izinkan akan saya lakukan. Jika tidak, saya akan pulang.” Rasulullah bertanya: “Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan Jibril?” Jawab Malaikat Maut: “Saya tinggalkan dia di langit dunia.” Baru saja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril datang lalu duduk di samping Rasulullah . Maka bersabdalah Rasulullah: “Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahwa ajalku telah dekat?” Jibril menjawab: “Ya, wahai kekasih Allah.”
Ketika Sakaratul Maut
Seterusnya Rasulullah bersabda: “Beritahu kepadaku wahai Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya?” Jibril pun menjawab: “Bahawasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu.” Rasulullah bersabda: “Segala puji dan syukur bagi Tuhanku. Wahai Jibril, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku?” Jibril menjawab lagi: “Bahawasanya pintu-pintu Surga telah dibuka, dan bidadari-bidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir, dan buah-buahnya telah ranum, semuanya menanti kedatangan rohmu.”
Rasulullah bersabda lagi: “Segala puji dan syukur untuk Tuhanku. Beritahu lagi wahai Jibril, apa lagi yang disediakan Allah untukku?” Jibril menjawab: “Aku memberikan berita gembira untuk tuan. Tuanlah yang pertama-tama diizinkan sebagai pemberi syafaat pada hari kiamat nanti.”
Kemudian Rasulullah bersabda: “Segala puji dan syukur aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi tentang kabar yang menggembirakan aku.” Jibril bertanya: “Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang ingin tuan tanyakan?”
Rasulullah menjawab: “Tentang kegelisahanku. Apakah yang akan diperoleh oleh orang-orang yang membaca Alquran sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan diperoleh orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?”
Jibril menjawab: “Saya membawa kabar gembira untuk Rasulullah. Sesungguhnya Allah telah berfirman: Aku telah mengharamkan surga bagi semua Nabi dan umat, sampai engkau dan umatmu memasukinya terlebih dahulu.”
Maka berkatalah Rasulullah: “Sekarang, tenanglah hati dan perasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku.” Lalu Malaikat Maut pun mendekati Rasulullah. Ali bertanya: “Wahai Rasulullah, siapakah yang akan memandikan Rasulullah dan siapakah yang akan mengafaninya?” Rasulullah menjawab: “Adapun yang memandikan aku adalah engkau wahai Ali, sedangkan Ibnu Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa hanuth (minyak wangi) dari dalam Surga.” Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah.
Ketika roh Rasulullah sampai di pusat perut, Rasulullah berkata: “Wahai Jibril, alangkah pedihnya maut.” Mendengar ucapan Rasulullah itu, Jibril memalingkan wajahnya. Lalu Rasulullah bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang wajahku?” Jibril menjawab: “Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat muka Rasulullah, sedangkan Rasulullah sedang merasakan sakitnya maut?” Akhirnya roh yang mulia itu meninggalkan jasad Rasulullah. Maka wafatlah manusia mulia itu pada usia 63 tahun 4 hari. Semoga Allah senantiasa mencurahkan salawat-Nya kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, memuliakannya, dan mengagungkannya.





BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN DAN SARAN
a.      Kesimpulan
Haji wada’ merupakan haji perpisahan yang dilakukan Rasulullah sebelum ia wafat. Haji ini dilaksanakan pada tahun 10 Hjiriyah. Kaum muslim mematuhi setiap gerakan, tindakan, dan gerak-gerik Nabi Muhammad pada ketika itu, dan setiap perbuatan yang dilakukan olehnya menjadi contoh untuk selama-lamanya bagi muslim di seluruh dunia. Hal ini menjadi pemicu kecemasan di tengah pikiran kaum Muslimin saat itu akan segera usainya tugas dan amanat Nabi di muka bumi ini.
Perjalanan wafat Rasulullah dimulai dengan jatuh sakit selepas melaksanakan pengembumian jenazah di kuburan Baqi’. Hingga kian hari sakit itu makin parah sampai tak mampu lagi untuk menjadi imam shalat di masjid yang kemudian digantikan oleh sahabat Abu Bakar.
Hari demi hari beliau lewati dengan penuh kesabaran menahan sakit yang dideritanya sampai telah saatnya beliau berpulang dengan tenang, berpulang dengan amanat yang tersampaikan, berpulang dengan ajaran yang sempurna, dan berpulang di tengah kecintaan kaumnya kepada beliau. Wafat pada hari Senin, 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriyah dengan usia 63 tahun lebih 4 hari.
b.      Saran
Demikianlah sajian makalah yang dapat kami haturkan. Demi kesempurnaan pembuatan makalah kami ke depannya ruang kritik dan saran sangat kami buka selebar-lebarnya bagi para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kehidupan kita sekalian.



DAFTAR PUSTAKA
Moenawar, Chalil. 2001. Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW Jilid 1. Jakarta: Gema Insani Press.
Al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman. 2018. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Qisthi Press.
Soelhi, Moehammad. 2011. Diplomasi Praktik Komunikasi Internasional. Jakarta: Simbiosa Rekatama Media.
Iqbal, Afzal. 2000. Diplomasi Islam. Jakarta Timur: Pustaka Kautsar.
Syihab, M. Quraisy. 2012. Membaca sirah Nabi Muhammad SAW   dalam sorotan Al-Qur’an dan Hadits-hadits Shahih . Tangerang : Lentera Hati.
Ahmad, Mahdi Rizkullah. 2005. Biografi Rasulullah Sebuah Studi Analitis Berdasarkan    Sumber-sumber yang Otentik. Jakarta: Qisthi Press.



[1]M. Quraisy shihab Membaca sirah Nabi Muhammad SAW dalam sorotan Al-Qura’an dan Hadits Hadits Sahih  (Tangerang : Lentera Hati, 2012), hlm. 1043
[2]Mahdi Rizkullah Ahmad Biografi Rasulullah Sebuah Studi Analitis Berdasarkan Sumber sumber yang Otentik (Jakarta: Qisthi Press, 2005), hlm.905
[3]Shafiyurrahman al-Mubarakfuri Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Kehidupan Nabi Muhammad (Jakarta: Qisthi Press, 2018), hlm 130-131
[4]Muhammad Husain Haekal Sejarah Hidup Muhammad Penerjemah Ali Audah (Jakarta: Pusaka litera Antar Nusa, 1992), hlm. 770
[5]Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Kehidupan Nabi Muhammad (Jakarta: Qisthi Press, 2018).
[6]Shafiyurrahman Mubarakfuri Ar-rahiqul-makhtum Bahtsun fi as- Sirah  an-Nabawiyah ‘ala Shahibiha  Afdholushshalati wa as- Salam, (Riyadh: Kantor Dakwah dan Bimbingan bagi endatang al-Sulay),hlm. 201-203
[7] Shafiyurrahman al-Mubarakfuri Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Kehidupan Nabi Muhammad (Jakarta: Qisthi Press, 2018), hlm 542

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Islam pada Masa Khulafaurrasyidin

ARTIKEL SEJARAH ISLAM PADA MASA KHULAFAURRASYIDIN Disusun demi memenuhi Tugas Mingguan Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam Institut Perguruan Tinggi Ilmu al-Quran Jakarta Penyusun                      : Muhammad Yusa Mushthafa (Ushuluddin 4B) Dosen Pengampu         : Lukman Hakim, MA.             Tongkat estafet pemerintahan tidak boleh berhenti selepas Rasulullah Saw. wafat. Kenyataan ini dibuktikan oleh para sahabat sebagai tanda bahwa mereka benar-benar memperhatikan nasib Islam dan kaum Muslimin di kehidupan mereka selanjutnya. Apalagi keadaannya sekarang adalah Rasul telah tiada. Mereka meyakini bahwa akan banyak terjadi ikhtilaf yang merajalela di kalangan umat muslim saat itu dan seterusnya bilamana tidak segera dilakukan pemilihan kepala pemerintahan. Maka oleh karena itu, hal ...